Gala Lisan--Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Gowa mengantisipasi potensi terjadinya politisasi Sara di masa kampanye. Isu ini dianggap cukup krusial.
Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Gowa, Juanto mengatakan sesuai arahan Bawaslu RI, ada tiga potensi yang terjadi di Gowa. Pertama politik uang, kedua netralitas ASN, dan ketiga politisasi identitas atau sara.
"Ini yang menjadi isu krusial dan data pengalaman 2017, masalah ini menjadi yang tidak mengenakan dalam konteks demokrasi," ungkapnya di acara Sosialisasi Pengawasan Anti Politik Indnetitas yang digelar Bawaslu Gowa, di Hotel Remcy Panakkukang, Jalan Boulevard, Jumat, 28 Juli.
Terkait isu ini kata dia, sehingga Bawaslu RI menyarankan untuk sosialisasi untuk menghindari politisasi sara. Seba gejala ini mulai muncul.
"Kita diminta untuk berkiprah untuk ikut andil dalam membentuk politik ini dengan cara yang santun," ujar Anggota Bawaslu Gowa yang akrab disapa Avol itu.
Terkait isu ini, sehingga Bawaslu menggelar sosialisasi dengan melibatkan partai politik (parpol), organisasi masyarakat (ormas), media, dan LSM. Menghadirkan narasumber, yaitu mantan Tenaga Ahli Bawaslu RI, Masykurudin Hafidz.
Dia menjelaskan bahwa, jika ditanya bahwa politik identitas itu apakah boleh ? Menurutnya boleh, akan tetapi, kurang mendidik. "Yang tidak boleh itu politisi sara atau indetitas," jelasnya.
Dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sudah cukup tegas melarang penggunaan instrumen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) atau politik identitas sebagai sarana atau alat menyosialisasikan atau mengampanyekan diri. Apalagi untuk menjatuhkan lawan.
Dalam pasal 280 angka (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain. Termasuk poinnya mempersoalkan negara pancasila dan membuat kegiatan yang membahayakan keutuhan.
Lalu menghasut dan mengadu domba perseorangan maupun masyarakat.
"Dan ini sebagian ketentuan pidananya ada. Jadi kalau ada seperti ini Bawaslu bisa langsung melakukan penindakan karena pasalnya jelas, melanggar Pasal 280," terangnya.
Isu ini kata Masykur harus dihindari karena dampaknya sangat luas. Sehingga menurutnya, menindak ini jauh lebih bermanfaat dibanding dengan hal kecil-kecil seperti persmasalahn pelanggaran ukuran spanduk atau balho.
"Jadi yang dimaksud dengan politik identitas anti politik identitas itu sesungguhnya adalah melawan pasal-pasal yang ada dalam larangan tadi.
Inilah yang perlu dijelaskan ke publik. Jangan menggunakan sara dalam berkampanye," tuturnya. ***
Artikel Terkait
KPU Makassar Sosialisasikan Tahapan Pemilu 2024 di SLB YAPTI
Grace Natalie Tegaskan PSI Belum Putuskan Dukungan Pilpres, Belum Pasti ke Ganjar
NasDem Sulsel Patok Tinggi Pileg 2024, Ini Daerah Berpotensi
Tidak Setuju Munaslub, JK Minta Golkar Tetap Solid
JK Minta Golkar Untuk Menjadi Partai Mandiri
Taufan Pawe Dorong Airlangga Jalankan Mandat Hasil Rakernas